Oleh: Yeniga Helmi, M.Pd
Junaiha adalah seorang gadis yang tumbuh dari keluarga yatim, dari empat orang bersaudara, dimana Ayahnya sudah meninggal dunia semenjak Junaiha berumur lima tahun. Perjalanan hidup Junaiha penuh lika-liku dan kerikil tajam, semua di laluinya dengan kegigihan dan kesungguhan untuk mempertahankan hidup dan pendidikan bersama keluarga dan saudara-saudaranya.
Sepeningal ayah Junaiha di besarkan oleh ibunya sendiri dengan empat orang saudara yang juga masih kecil-kecil, beda umurnya hanya satu tahun. Dia anak ke tiga dari lima bersaudara, kakaknya yang pertama berumur delapan tahun yang bernama Rainaya, kakak yg kedua berumur enam tahun yang bernama wena ,adik Junaiha bernama mesya masih berumur empat tahun sedangkan adek yang kecil masih berumur dua tahun bernama zeinal adik satu-satunya laki-laki, wajahnya sangat mirip dengan ayah
Setelah ayah tiada Ibu membesarkan kelima anaknya mencari nafkah dengan berjualan kerupuk sanjai di pasar atas untuk menyambung hidup dan perekonomian keluarga, dan Ibu memperjuangkan sendiri nasib anak-anaknya supaya bisa makan dan bersekolah kadang di bantu oleh saudaran ibu dan tetanga disekitarnya karena Junaiha dan keluarganya tumbuh dari keluarga yatim.
Seiring berjalannya waktu, berganti zaman, Sekarang Junaiha sudah tamat di bangku pendidikan sekolah dasar, Dia berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya ke Pesantren, Namun apa daya perekomian tidak memadai untuk masuk pesantren, dan ibunya menyarankan masuk saja ke SMP yang dekat dengan rumah, yang tidak jauh dari sekolah,. Pertimbangannya bisa pergi jalan kaki dan tidak mengeluarkan uang transfortasi, Biaya yang di pikirkan Ibu hanya belanja setiap hari. Besoknya, paman datang ke rumah.dan bertanya ke Ibu
“Bagaimana sekolah Junaiha?” tanya paman. “Apakah dia lulus?”
“Alhamdulillah, lulus ,“ jawab ibu.
“Ke mana mau melanjutkan sekolahnya?” tanya paman.
“Junaiha katanya ingin masuk pesantren,” jawab ibu
“sedangkan aku menyarankan ke SMP.”
“Bagaimana kalau Junaiha tinggal bersama aku?” tanya paman,
“biar aku yang menangung biaya sekolahnya.”
Dengan berat hati ibu menjawabnya pertanyaan paman.biar ditanyakan ke Junaiha dulu. Dia tidak biasa berpisah dengan aku, kata ibu,. Saat Itu Junaiha sedang bermain dengan teman-temanya di halaman. Ketika dia duduk di teras rumahnya untuk melepas lelah sambil melihat keindahan langit, Dia berpikir kapan hidup ini berubah. Ingin rasanya seperti teman‐teman. Hidup berkecukupan dan bisa sekolah di tempat yang diinginkan. Junaiha tersentak dari lamunan ketika ibu memangil namanya .Sampai di rumah Junaiha melihat paman duduk di ruang tamu bersama anggota keluarga, Mereka sedang asyik bercerita.
“Duduk sini Junaiha,” kata Paman. Ada yang mau di sampaikan. “Iya Paman,” jawabku sambil menyalami
Begini nak ,? “ Paman ingin mengajak Junaiha tinggal bersama Paman, biar Paman biayai sekolahmu,” kata paman.
“iya paman jawab Junaiha, tanpa berpikir panjang,
Pertanyaan Paman rasanya menjawab apa yang terlintas dalam pikirannya, Junaiha berfikir Mungkin ini yang bisa merubah nasib.saya bisa bersekolah, punya kehidupan yang mapan, ini yang terbaik mungkin yang di berikan Allah untuk dapat membantu dan meringankan beban Ibu, Namun berat rasanya berpisah dengan ibu serta kakak dan adik-adikn.Junaiha
Akhirnya Junaiha memutuskan tinggal dengan pamannya, senang dan susah dialami sendiri. Paman mempunyai keluarga besar, ada anak paman dan enam orang cucunya yang masih kecil‐kecil. Paman,Bibi, anak, dan cucunya hidup berkecukupan.
Karena tinggal di rumah paman, Junaiha harus tahu diri. Dia rajin membantu bibi menyelesaikan pekerjaan rumah. Junaiha bangun pagi sekali supaya bisa membantu memasak dan mencuci piring sebelum berangkat ke sekolah. Pulang sekolah, Dia juga menyetrika pakaian yang sudah kering dan menyapu rumah, Junaiha adalah sigadis yang sangat rajin dan sabar
Pernah suatu kali Junaiha terlambat pulang sekolah,sebelumnya dia sudah bilang ke Bibi nanti telat pulang, karena mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yaitu drambn, dia latihan sampai sore karena mempersiapan untuk kegiatan 17 Agustus, lomba dranmbn tingkat kota.
Ketika di perjalanan hendak pulang Junaiha sudah sangat cemas sekali, kalau dia akan dimarahi Bibi nantinya, hati dan perasaanya tidak senang. Sampai di rumah, Bibi ternyata sangat marah sekali dan memaki-maki Junaiha sambil berkata
“Kenapa kamu telat sekali pulang sekolah, “ucap Bibi
“Tadi latihan drambn , jawab Junaiha sambil menangis
”Kenapa lama sekali, “Tanya Bibi dengan nada agak keras
“Sebelum berangkat tadi kan sudah kasih tahu Bibi,” balas Junaiha
“Saya kira latihannya sampai jam 15.00 wib, ternyata udah sampai
mangrib baru pulang, kamu anak gadis, terjadi sesuatu gimana ?
celetuk Bibi
“ Maaf aku bibi ? balas Junaiha dengan suara kecil
“ Iya di maafkan,” Jawab Bibi sambil mengerutu, lain kali jam 15.00 ,sudah berada di rumah, kalau telat pulang, kapan kamu membantu memasak, menyetrika dan membersihkan rumah. Junaiha hanya terdiam mendengar celotehan Bibi
“ Ganti sana pakaanmu dan cucilah piring,” kata Bibi
“ Baik,” balas ku, sambil memegang perut yang kosong karena junaiha belum sempat makan di sekolah, Junaiha menuju kamarnya untuk menganti pakaian sambil menangis dia tidak bisa menahan rasa sedihnya.air mata membasahi pipinya,sambil berdoa,”Ya Allah beri hambamu kesabaran dan ketabahan, jadikan aku gadis yang tanguh dan ikhlas dalam menghadapi semua cobaan ini.
Dalam keadaan sedih tersebut Junaiha teringat sama Ibunya, ingin rasanya menyapaikan kesedihan kepada Ibu, ku rindu kasih sayangnya, kurindu belaiannya dan ku rindu pelukannya. Rasanya ingin pulang disaat itu. Tapi Junaiha berfikir kembali, kalau dia pulang tentu akan menambah beban ibu, dan junaiha berusaha sabar dan ikhlas menjalaninya, Allah akan selalu mendengar doa dari setiap hambanya termaksud doa seorang anak yatim. Tidak lama setelah itu ada yang mengedor pintu kamar sambil memangil –mangil nama junaiha
“ Junaiha,Junaiha ,”kata Paman
“ Iya Paman ,”sahutku sambil cepat menghapus air mata yang
membasahi pipiku, Dia membuka pintu kamar
” Ada apa paman,”sahutku Junaiha sudah makan?
“ Belum Paman ,”jawabku sambil menoleh melihat wajah Paman
“ Mari kita makan sama sama ,”kata paman
Junaiha pergi segera kedapur mempersiapkan makanan untuk makan malam, dia bergumam dalam hatinya semoga paman tidak mengetahui kejadian tadi, karena paman begitu baik dan perhatian kepadaku
Selesai makan malam Junaha membersihkan meja makan dan langsung mencuci piring dan menyapu rumah, kemudian dia kembali kekamarnya untuk menyelesaikas tugas sekolah besdk
Kebutuhan material Junaiha memang sudah tercukupi, Namun perasaan Junaiha tersiksa. Kasih sayang dan perhatian orang tua, bercanda dengan adik dan kakak tidak dia dapatkan. Sulit rasanya berpisah dengan orang tua, kakak, dan adik. Namun semua ini dia lakukan demi mengurangi beban ibu. Junaiha rela berkorban, semua di jalani dengan penuh kesabaran dan keikhlasan supaya cita‐cita Junaiha tercapai.
Tinggalkan Komentar